- Home »
- Hajar Aswad »
- Hajar Aswad Bukan Batu Meteor
we are family
On Senin, 09 Desember 2013
Assalamu’alaikum Wr Wb
Pa kabar sobat blogger, bagi umat muslim pastilah tak akan
terasa lengkap bila tak mengunjungi RUMAH ALLAH, yaps Ka’bah. Kalau kita liat
disisi-sisi Ka’bah ada sebuah batu yang namanya tak lain dan tak bukan ialah
Hajar Aswad. Ada beberapa pernyataan dari search engine google yang
kontroversial tentang batu satu ini. Berikut pernyataannya :
“Encyclopedia Americana menulis : “Sekiranya orang2 Islam
berhenti melaksanakan thawaf ataupun shalat di muka bumi ini, niscaya akan
terhentilah perputaran bumi kita ini, karena rotasi dari super konduktor yg
berpusat di Hajar Aswad, tidak lagi memancarkan gelombang elektromagnetik.
Menurut hasil penelitian dari 15 Universitas : menunjukkan Hajar
Aswad adalah batu meteor yg mempunyai kadar logam yg sangat tinggi, yaitu
23.000 kali dari baja yg ada”.
Bagi umat muslim khususnya, hal ini sangat
menggembirakan bagi pembacanya pastilah akan mengucap kalimat “Subhanallah,
Allahuakbar, Masyaallah” tidak ada salahnya memang ketika kita menemukan
sesuatu yang “amazing” dan membuat diri kita merasa heran akan kebesaranNya.
Namun sekarang pertanyaannya, benarkah pemberitaan itu bahwa hajar aswad
terbuat dari batu meteor?
Hajar Aswad merupakan batu suci yang terletak
pada pojok timur sebuah bangunan berbentuk kubus dengan ukuran tinggi 13,10m,
sisi 11,03m kali 12,62m atau yang kita kenal sebagai ka’bah. Hajar Aswad
diriwayatkan sebagai batu yang berasal dari luar bumi dimana umat muslim
meyakini nya hajar aswad merupakan batu yang berasal dari surga. Disisi lain
dalam sebuah katalog meteorit yang disusun oleh geolog Prior-Hey (1953) hajar
aswad dikategorikan sebagai sebuah meteorit yang memiliki jenis
aerolit/siderolit. Meteorit yang memiliki jenis aerolit/siderolit memiliki
kandungan kaya akan besi dan silikat.
Meteor
Siderolite. Credit : opalauctions.com
Merujuk
pada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa Hajar Aswad dapat terapung di dalam
air, hal ini seolah mendobrak pernyataan yang tertulis pada katalog meteorit
yang di buat oleh geolog Prior-Hey (1953) dimana meteorit jenis siderolit
memiliki ciri lain yang senantiasa tenggelam jika di masukkan kedalam air
mengingat massa jenis nya antara 5 hingga 7 gram/cc. Oleh karena itu hajar
aswad kemudian dianggap sebagai sisa material yang berasal dari produk tumbukan
atau disebut sebagai impaktit yakni padatan rapuh berongga-rongga yang
menyerupai batu apung. Di daratan saudi arabia, produk hasil tumbukan atau yang
lebih akrab disebut dengan impakti dapat dijumpai dilokasi kawah meteor Wabar
sekitar 550km sebelah tenggara kota Riyadh. Namun pendapat ini akhirnya
terbantahkan dengan sendirinya mengingat kawah Wabar yang ditemukan pada tahun
1932 ternyata terbentuk pada 9 januari 1704 melalui jatuhnya sebuah meteor yang
cukup besar berukuran 10 meter yang sangat kaya dengan besi. Mengingat tumbukan
meteor yang terjadi pada tahun 1704 atau dengan kata lain tumbukan terjadi
lebih dari 3.500 setelah renovasi Ka’bah oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS
sehingga mustahil Hajar Aswad berasal dari proses tumbukan ini.
Mencari
hubungan antara Hajar Aswad dengan meteorit salah satunya bisa dilakukan dengan
mencari dan memetakan kawah tumbukan meteor di sekujur Jazirah Arabia dan Nubia
(Mesir-Sudan). Asumsinya, jika Hajar Aswad adalah meteorit, maka ia tiba di
muka Bumi lewat proses tumbukan benda langit nan khas sehingga masih menyisakan
bongkah-bongkah meteoritnya tanpa sempat lebur menjadi butir-butir
mikrometeorit akibat tingginya tekanan dan besarnya energi tumbukan.
Hingga
tahun 2011 di kawasan tersebut telah dijumpai 13 kawah/sisa kawah mirip kawah
meteor, namun hanya 3 diantaranya yang bisa dipastikan dibentuk oleh tumbukan
meteor karena menyisakan meteorit/menampakkan jejak mineral/batuan kunci, yakni
kawah Wabar (Saudi Arabia), Jebel Waq as-Suwwan (Yordania) dan Kamil (Mesir).
Dari ketiganya hanya kawah Wabar dan Kamil yang berpotensi menyisakan bongkah
meteorit besar karena meteornya berupa meteor besi (siderit), titik tumbukan di
padang pasir (sehingga tekanannya lebih rendah karena redamannya lebih besar)
dan berusia sangat muda secara geologis karena terjadi di era Holosen (kurang
dari 10.000 tahun terakhir).
Dengan
berbagai teknik pertanggalan radioaktif diketahui kawah Wabar terbentuk +/- 300
tahun silam, sementara kawah Kamil +/- 5.000 tahun silam. Di sisi lain renovasi
Ka’bah era Nabi Ibrahim AS terjadi sekitar 4.000 tahun silam, sehingga
pembangunan Ka’bah di era Nabi Adam AS mungkin terjadi sekitar 8.000-9.000
tahun silam mengingat antara kedua nabi tersebut hidup sejumlah nabi dan rosul
lainnya yang masing-masing berusia amat panjang (misalnya Nabi Nuh AS, yang
berusia 1.000 tahun). Maka secara temporal (waktu) waktu amat sulit guna
mengaitkan meteorit kedua kawah itu dengan Hajar Aswad, mengingat Hajar Aswad
telah ada terlebih dahulu dibanding kedua kawah.
Hajar
Aswad pernah diasumsikan sebagai batuan beku hasil aktivitas gunung berapi.
Gunung berapi secara umum menghasilkan batuan beku asam (kaya silika/SiO2)
serta batuan beku basa (kaya oksida logam-logam kalium, natrium, magnesium dan
kalsium). Batuan beku asam secara umum berwarna terang/cerah, berkebalikan
dengan batuan beku basa yang gelap. Salah satu bakuan beku asam itu memiliki
ciri khas mampu terapung di air, yakni batu apung (pumice) yang 90 % bagiannya
adalah pori-pori sehingga bermassa jenis lebih kecil dari 1 gram/cc. Banyak
batuapung yang memiliki warna putih. Kekhasan ini cukup menarik mengingat Hajar
Aswad diriwayatkan juga berwarna putih dan dapat terapung di air.
Batuapung
umumnya terbentuk dalam letusan eksplosif dahsyat dengan skala letusan
setara/lebih dari 5 VEI, yang salah satu ciri khasnya menghasilkan kaldera.
Gunung-gunung berapi yang mampu membentuk batuapung umumnya adalah gunung
berapi andesitik (gunung berapi bermagma asam), yakni yang terletak di dekat
zona subduksi lempeng tektonik. Gunung-gunung berapi demikian banyak dijumpai
di Indonesia, sehingga tak heran bila batuapung muncul dalam letusan Krakatau
1883 maupun Tambora 1815.
Jazirah
Arabia bagian barat juga merupakan wilayah yang aktif secara vulkanik. Tetapi
vulkanisme di sini tidak membentuk gunung berapi andesitik, melainkan basaltik
(gunung berapi bermagma basa). Musababnya sumber magma di sini bukanlah
subduksi antar lempeng melainkan titik panas (hotspot) di tengah-tengah
lempeng. Salah satu jalur vulkanik Arabia membentang dari kota Mekkah ke utara
melintasi kota Madinah dan berujung di daratan Nufud (panjang +/- 600 km), yang
menumbuhkan dua gunung api raksasa: Harrat Rahat dan Harrat Khaybar. Selain
menghasilkan batuan beku basa yang gelap, magma basaltik yang dimuntahkan gunung-gunung
berapi Arabia pun cukup encer sehingga tidak terbentuk gunung berbentuk kerucut
tinggi seperti di Indonesia, melainkan berbentuk amat lebar dengan
puncak-puncak kerucut yang jauh lebih rendah.
Dengan
demikian, apakah Hajar Aswad analog dengan batuapung? Dalam konteks geologi
Jazirah Arabia, amat sulit untuk menghubungkannya. Mengingat vulkanisme Arabia
lebih dominan menghasilkan batuan beku basa dan tidak dijumpai jejak-jejak
letusan eksplosif. memang ada kaldera di Jabal Salma (Nufud), namun kaldera ini
terbentuk sekitar 580 juta tahun silam dan terlalu tua untuk bisa menghasilkan
batuapung.
Jadi, jika Hajar Aswad amat sulit
dikaitkan dengan batu meteorit dan juga batu vulkanik, lantas batu ini analog
dengan apa? Wallahua’lam.
Dikutip dari M Ma’rufin Sudibyo
1. Sudibyo. 2012. Ensiklopedia
Fenomena Alam dalam al-Qur’an, Menguak Rahasia Ayat-Ayat Kauniyah. Surakarta:
Tinta Medina, dalam Bab 5: Gunung Berapi
2. Kellogg. 1985. The Salma Caldera
Complex, Northeastern Arabian Shield, Kingdom of Saudi Arabia. USGS Open File
Report 85-370.
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
(Chabou. 2011. Abstract, Arab Impact Cratering and Astrogeology Connference II, Morocco)
(Sudibyo.
2012. Sang Nabi pun Berputar, Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya.
Surakarta: Tinta Medina, dalam Bab 1: Ka’bah)
“Hajar Aswad bukanlah meteorit maupun material produk tumbukan
meteor dan juga bukanlah batu vulkanik”
Sumber :
Kafe Astronomi.com